Selasa, 13 April 2010

The Charm of Lying

"I lied..."
"Why?"
"I don't want to hurt you."
"Well...you just did."

Sebaik apa pun orangnya, apa pun alasannya, sebesar apa pun kebohongannya, setiap orang pasti pernah berbohong. Sebut saya sinis, sebut saya skeptis. Tapi bagi saya, kebohongan adalah salah satu bakat manusia. Beberapa orang tidak berbakat dan beberapa orang lain punya bakat besar untuk menciptakan kebohongan. Karena tanpa kebohongan, dunia tidak akan semenarik sekarang ini.

Pemikiran tentang kebohongan datang kepada saya setelah kunjungan tengah malam ke salah satu kamar tetangga dan nimbrung saat dia menonton film yang berjudul "The Intention of Lying". Di film tersebut, dunia adalah sebuah tempat di mana semua orang berkata jujur dan konsep kebohongan sama sekali tidak ada. Sampai akhirnya seorang pria memutuskan untuk mengatakan yang bukan kebenaran. Dunia yang tadinya membosankan itu berubah menjadi hidup.

Harus saya akui, saya jadi lebih menghargai eksistensi kebohongan setelah menonton film itu. Saya mengingat aliran adrenalin yang dihasilkannya dan menikmati percikan konflik yang ditimbulkannya. Ya, tentu saja saya pernah berbohong. Saya bukan malaikat.

Dan tentu saja saya juga tahu betapa menyakitkannya sebuah kebohongan. Tidak hanya bagi si orang yang dibohongi tapi juga bagi si pencipta kebohongan. Bagi orang yang dibohongi, itu adalah pengkhianatan besar-besaran bagi sebuah rasa yang disebut kepercayaan. Bagi pencipta kebohongan, itu berarti mempertaruhkan sebuah hubungan yang juga dilandasi percaya. Tapi, kenapa masih berbohong?

Menyelamatkan muka sendiri (walaupun lebih sering dibalut dengan alasan "menjaga perasaan orang lain") adalah alasan kenapa berbohong menjadi pilihan. Dengan berbohong, hanya diri sendiri saja yang tahu kebenaran yang memalukan itu. Itulah yang terus menerus menjadi daya tarik kebohongan. Kalau saja setiap kali kita berbohong, hidung kita bertambah panjang seperti Pinokio, saya yakin sebagian besar dari kita akan lebih menyerah pada pilihan berkata jujur. Maklum, selain harus menahan malu karena sudah ketahuan berbohong, hidup dengan hidung sangat panjang pun bisa jadi menyusahkan.

Sayangnya, seberapa menggairahkan dan menantangnya kebohongan, saya menyadari akhirnya
diri sendirilah yang paling saya lukai. Saya sendirilah yang berdarah paling banyak.

"Who do you lie to this time?"
"Myself."
"What did you say?"

"That I love her."








Tidak ada komentar:

Posting Komentar